Menurut beliau, bahasa adalah sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat. Kita dikenal dan menjadi populer di lingkungan pekerjaan atau di lingkungan lainnya, apabila kita mau dan mampu memahami orang lain dan mampu pula membuat orang lain memahami kita. Kita berhasil dalam belajar, bekerja, atau melakukan berbagai aktivitas, biasanya juga karena kita dapat memahami orang lain dan dapat pula membuat orang lain memahami kita. Semakin mampu kita memahami orang lain dan membuat orang lain memahami kita, biasanya akan semakin populer dan semakin berhasil kita dalam mengharungi kehidupan bermasyarakat. Tegasnya, kepopuleran dan keberhasilan itu antara lain bergantung pada adanya upaya untuk saling memahami di antara sesama manusia.
Saling memahami itu, berhubungan erat dengan penggunaan sumber daya bahasa yang dimiliki seseorang. Kita dapat memahami orang lain dengan baik apabila kita bersedia mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan orang lain dan mau membaca dengan baik apa yang dituliskan orang lain. Sebaliknya kita dapat membuat orang lain memahami kita dengan baik, apabila kita mewicara dan atau menulis dengan baik untuk orang lain. Dengan kata lain, saling memahami ini sangat bertemali dengan kemauan dan keterampilan kita dalam mendengarkan, mewicara, membaca, dan menulis.
Ketika kita mendengarkan orang lain, membaca tulisan orang lain, mewicara dengan orang lain, dan menulis untuk orang lain, berarti kita berkomunikasi dengan orang lain. Agar komunikasi ini berdaya-guna (efektif), kita perlu membina keterampilan mendengarkan, mewicara, membaca dan menulis. Semua keterampilan ini dapat dimiliki apabila kita mau mempelajari dan membinanya secara terus menerus. Manusia yang tidak mau membina dirinya sendiri, tidak akan memiliki keterampilan tersebut, sebab semua keterampilan itu belum dimiliki sejak kita dilahirkan.
Kini, delapan puluh empat tahun sesudah Sumpah Pemuda diikrarkan, atau hampir enam puluh tujuh tahun sesudah Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, pemakaian bahasa Indonesia makin meluas dan menyangkut beragam bidang kehidupan. Berbagai informasi dari seantero dunia yang kita dapatkan melalui internet, antara lain ditulis dalam bahasa Indonesia. Kita mendengarkan radio dan menonton televisi menyiarkan berita tentang bermacam peristiwa kehidupan bangsa, juga dalam bahasa Indonesia. Kita mendengarkan pidato kenegaraan, disampaikan pula dalam bahasa Indonesia. Beraneka ragam buku dan media cetak lainnya, sebagian besar juga ditulis dalam bahasa Indonesia. Begitu pula dengan bahasa pengantar di semua lembaga pendidikan dan dalam berbagai komunikasi resmi di negara kita, juga mempergunakan bahasa Indonesia.
Andai kita tidak memiliki pengetahuan dasar tentang penggunaan bahasa Indonesia dan tidak mampu berbahasa Indonesia, apakah yang akan terjadi kini pada diri kita? Mungkinkah kita dapat menyerap segala informasi seperti yang dijelaskan sebelumnya, jika tidak memiliki kemampuan membaca dan mendengar yang memadai? Andai sudah memiliki kemampuan membaca dan mendengar yang memadai, akankah kita mampu membagi informasi yang didapatkan, tanpa memiliki kemampuan mewicara dan menulis yang memadai pula? Tentu tidak, bukan? Ketidakmampuan dalam berbahasa Indonesia ini menurut Effendi akan menyebabkan kita menjadi orang yang “buta informasi” dan juga “buta kemajuan zaman”. Lebih dari itu, kita pun tidak akan mampu berbagi ilmu dan informasi dengan orang lain.
Setujukah Anda dengan pandangan di atas? Jika setuju, marilah kita secara bersungguh-sungguh berupaya meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia, dimulai dari diri masing-masing. Mari kita belajar menyerap informasi lewat kegiatan mendengarkan dan membaca serta berlatih pula berbagi ilmu pengetahuan melalui kegiatan mewicara dan menulis. Teriring harapan semoga bekal pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia yang dimiliki, dapat membantu kita dalam menumbuhkembangkan keterampilan berbahasa Indonesia kelak.
Dengan begitu, mudah-mudahan, — pelan tapi pasti – kita dapat berkiprah sebagai pengguna bahasa yang memiliki kompetensi dan performansi yang memadai di bidang ini. Bagaimana caranya? Tentu saja dengan berupaya menjadi penyimak dan pembaca yang baik, untuk kemudian juga terus berlatih menjadi seorang pewicara dan penulis yang baik. Sebagai seorang penulis yang baik, kita harus berupaya untuk mampu pula menghadirkan karya tulis terbaik yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan bernalar.
Terima kasih dan semoga bermanfaat.
*) Tulisan ini merupakan modifikasi kecil dari tulisan yang pernah dimuat
dalam uniisna.wordpress.com./2010/06/29.